WINNET.ID– Bukan sesuatu yang baru jika di perjalanan menuju dewasa, cinta selalu menjadi hal yang paling menarik untuk dipelajari, Dan setia adalah benda atau makhluk paling langka dimuka bumi.
(Cinta) Pernah beberapa kali memeluk dengan erat hingga ia sesak sendiri kemudian memilih melepasku, Seolah jatuh cinta adalah pembenaran dari patah hati, hari demi harinya seolah adu cepat tentang seberapa laju menyembuhkan luka atau seberapa cepat cinta mengorek-ngorek luka yang masih bernanah.
Dan benar saja, tidak ada satu orang pun yang berhasil menepati janjinya terhadap diri sendiri, orang orang seringkali berjanji “aku tak akan lagi jatuh cinta sebab cinta selalu menggores luka baru tepat diatas bekas luka lama” tapi kemudian mereka ingkar dengan itu semua.
Waktu menunjukan pukul 16:08….
“akhirnya pulang juga”
Buru-buru merapikan meja kerjanya, memadamkan semangat layar kerjanya yang sedari pagi memaksanya produktif bak rodi romusha, lekas memacu motornya menjauh dari rasa jenuh separuh hari, ada yang benar-benar ingin dia lewatkan,
“waktu”.
Waktu yang selalu memaksa orang-orang berpacu pulang, smntara ada yang memilih singgah untuk hal-hal lain. Dan kini sudut ruangan yang hanya punya 1 meja dan satu bangku kecil selalu menyambut baik kedatangannya .
“bagaimana bisa dia lebih dulu berbahagia dengan seseorang sedang aku Masih berkutat dengan bayang bayangnya”
Gumamnya dalam hati berhasil mengabaikan teh hangat di hadapannya yang andai bisa bersuara sudah ada teriakan yang terdengar., Satryo Adnandyo memang tipikal lelaki yang susah melepas penuh hal-hal yang pernah begitu tangguh dia perjuangkan, sekalipun dia sendiri sadar betul bahwa itu juga cara paling ampuh melukai dirinya..
Masih saja dia percaya bahwa seorang perempuan yang usianya terpaut 9 tahun darinya itu akan kembali bersamanya yang datang dengan perasaan perasaan menyesalnya, dia percaya bahwa hanya dia yang paling mengerti segala hal tentang perempuan itu, Ryana.
Malang sekali lelaki ini, berharap kepada sesuatu hal yang seharusnya sudah jauh ia tanggalkan, jauh sejauh jauhnya, sejauh 2016 yang mengunjungi 2021.
Faktanya Tak ada yang begitu luar biasa dari lelaki seperti dia, hanya lelaki yang begitu ambisi mengejar-ngejar apa yang dia inginkan, gemar menutup diri dari orang-orang baru, yang rutinitasnya begitu membosankan bagi orang-orang yang tidak begitu mengenalnya.
Hal hal yang dia lakukan hari ini adalah apa yang terus dia lakukan sejak salam perpisahan di Tahun 2016, Yang berubah hanya umurnya bertambah, berat badannya yang makin tidak karuan, dan menjadi seorang lelaki yang gemar sekali memanjakan lamunan.
“Ryn aku diterima kerja hari ini, esok perdana aku mulai ngantor”
“cieeeeee, selamat yah tuan , akhirnya kamu mau juga keluar dari zona nyamanmu, gitu kan keren kita bisa saling ngimbangin”
Ya,, sejak awal kenal dan dekat dua manusia ini lebih senang menyapa dengan kata (tuan dan puan) bak sepasang pujangga.
“iya bawel,,, tapi iya sih makasih yah udah buka pikiranku yang batu ini heheh”
Suasana coffee shop favoritnya ini selalu berhasil mengantarkannya bernolgia.
Jangan pernah mempertanyakan alasannya kenapa tidak sampai hati melepas segala hal yang menyangkut Ryana, sebab dia selalu punya bermacam macam alasan untuk membenarkan keputusannya itu.
Bagaimana tidak, Ryana berjasa besar terhadap rutinitasnya yang sampai hari ini masih dia jalani dengan tenang hati.
Langit semakin jingga dan rekah, pulang jadi satu-satunya pilihan paling baik, sebab jejak kaki harus segera sampai di rak sepatu.
***
Hari demi hari masih dan seperti tidak akan berubah baginya, suara dan bayang-bayang yang kental Khas ala Ryana abadi di kepala.
Waktu semakin menjauh dari moment yang terakhir kali mengajak mereka bersua.
“Ryn, kita ini apa ? kenapa sulit sekali aku masuk sebagai prioritasmu, sedang kamu sudah begitu jauh dalam rencana hidupku”.
“ya kita begini…tidak ada ikatan katamu sejak awal aku mempertanyakan hal yang sama, kamu kan yang bilang jalani saja begini, selagi kita tau kita punya perasaaan yang sama, katamu status tidak jadi problem”
“kamu sendiri tau kan Yo, jauh sebelum kamu kenal aku, aku udah hidup dengan rutinitasku sendiri, duniaku yah begini, aku perempuan dewasa yang hampir menuju tua dan sendirian maka dari itu aku harus punya tujuanku sendiri, dan kebetulan lelaki yang umurnya jauh dari aku datang dengan hal-hal yang menarik”
“iya, iya , tapi kamu lupa, kamu yang datang, kamu yang sedari awal masuk di kehidupanku tepat saat aku berniat untuk tidak terlibat lagi dengan percintaan, tapi apa? Kamu yang ngeyakinin aku, kamu yang bijak sekali dengan bahasa bahasa sok dewasamu itu, yang akhirnya aku percaya sampai detik ini Ryn”
“ya… ya… ya…. dan kamu laki laki egois, aku pikir usia kita saja yang berjarak lumayan jauh, ternyata pola pikirmu juga sama, kamu seperti remaja yang jatuh cinta yang lupa kamu jatuh cinta kepada wanita yang sudah jauh dari drama-drama percintaan anak kecil kaya kamu”
“sampe sini kamu harusnya paham Ryo, sejauh ini sebenarnya siapa yang berusaha ngimbangin siapa”
Perdebatan yang menuntut menang satu sama lain, kental sekali ingatan Ryo dengan peristiwa malam itu, perdebatan yang barangkali sudah puncak dari apa yang mereka berdua pendam di balik senyum-senyum palsu di setiap pertemuan, perdebatan yang akhirnya sampai hari ini menjadi penyesalan terberat dalam kisahnya.
Malam itu adalah kali terakhir mereka bicara begitu dekat tapi tidak Hangat, mereka berdua justru terbakar dan jadi abu. Andai saja ada 1 kesempatan untuk kembali ke masa lalu, baginya dia ingin sekali mengulang waktu dan menghapus hal-hal egois yang akhirnya memaksa dia kehilangan seseorang.
***
Sabtu hampir pukul 7 malam, gawai Ryo berbunyi dengan nada licik, sebuah pesan masuk;
“Tabik Tuan, maaf mengganggumu, aku kebetulan ada di kotamu, baru saja sampai, jika luang barangkali aku bisa minta waktumu buat temanin aku nongkrong dan ngobrol di coffee shop langgananmu”
Pesan dari Ryana yang bertahun tahun kemarin hampir tak pernah hadir di gawai Ryo, perempuan yang selalu lantang di ucapkan kata rindu meski hanya dalam ingatan, dan sejak perdebatan terakhir di 2016, Ryana berpindah tugas ke kota lain.
Tidak perlu di tebak respon ryo akan seperti apa, sebelum membalas pesan dari ryana ryo sudah lebih dulu siap siap bak remaja jatuh cinta yang akan berkunjung ke kediaman calon mertua, rapih bahkan Terlalu, dan Ryo masih punya ribuan butir obat pereda patah hati jika Riana hadir lagi.
Lonceng kecil yang menggantung di pintu coffee shop berbunyi, Ryo tiba dengan setelan terbaik menurutnya, buru-buru dia naik ke lantai 2, menuju Sudut ruangan yang hanya punya 1 meja dan satu bangku kecil yang selalu menyambut baik kedatangannya, tapi kali ini kursinya sudah ada dua dan Ryana duduk disana, dari kejauhan terlihat melambaikan tangan ke arah Ryo,
“ya tuhan dia sehat dan baik baik saja rupanya, senyumnya masih selalu indah” sepersekian detik, itu yang bersuara di benak hati ryo melihat Ryana melambaikan tangan dengan senyum khasnya.
“hay… kamu kok cepaat sekali datengnya?”
“hmmm, iya tadi kebetulan aku ketemu client di jalur sebelah jadi ngga butuh waktu banyak buat mampir kesini” Pembelaan diri yang kuno sekali tapi kali ini masih efektif di pakai Ryo.
“gimana ibu mu Ryn?”
“hmmm ibu baik kok, tapi kok kamu malah nanya ibu duluan? Tanyain kabarku dulu kek, tanyain gimana perjalananku tadi kek? Kesini bareng siapa atau apa gitu soal aku” ryana menjawab cepat sambil memasang muka ketusnya.
“hahaha aku mau nanya itu juga tapi ntar abis aku nanyain kabar ibumu dulu, aku rindu teh tubruk buatan ibumu”
Selain Ryana , perempuan yang menjadi ibu ryana itu benar benar sangat dirindukan Ryo, ibunya sangat baik dan hangat, sehangat teh tubruknya.
“eh, ngomong ngomong gimana kerjaan mu disini Ryo? Brapa banyak cewek yang udah kau pacarin di kantormu?”
“pertanyaannya kok gitu banget yah? Tenang aja tinggal istri bosku yang belum aku pacarin kok hahaha”
Waktu berjalan begitu cepat malam ini, mereka terbuai dengan obrolan obrolan hangat yang mereka ciptakan, waktu sudah hampir tepat menunjukan angka 11 yang memaksa mereka menghentikan obrolan dan pertemuan malam ini, dan Ryana terlihat begitu lelah setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh tadi sore.
“Ryn mau aku anterin sampe hotel?”
Dengan sedikit canggung Ryana menerima tawaran Ryo yang tergolong berani itu.
Di perjalanan yang sengaja diperlambat olehnya itu Ryana memperhatikan detail detail kecil apa yang ia dan Ryo lewati di jalanan, seperti jalanan yang berubah arah, pedagang kaki lima yang tidak terlihat lagi di trotoar jalanan, dan gerai ice cream kesukaan Ryana dulu yang kini sudah gulung tikar, barangkali pemilik gerai ice cream itu tau bahwa mereka sudah kehilangan sepasang pelanggan setianya 4 tahun lalu.
“aku kangen banget tau di boncengin kamu sambil ngebut haha” suara ryana yang sedikit agak kencang karena bising jalanan.
“pegangan” tanpa hitungan Ryo memacu motornya melaju untuk menyenangkan hati dari perempuan yang masih bebgitu erat menggenggam hatinya,
setiba di depan hotel mereka berdua seperti artis di film film yang saling suruh untuk pergi atau masuk lebih dulu.
“daaaaah, kabarin aku kalau sudah sampai kossan yah” saut Ryana.
***
Hari baru, Ryo seperti menerima transfer energi alam yang begitu banyak, semangat sekali dia hari ini seolah dia tidak pernah merasakan duka seperti beberapa waktu yang lalu, Ryo yang berduka kemarin sepertinya sudah mati.
Beberapa menit sebelum waktu pulang kantor tiba, ryo kaget dengan gawainya yang berbunyi tanda beberapa pesan masuk, yang lebih mengejutkan bahwa pesan itu dari Ryana:
“yo, udah pulang kerja belum? Bisa temenin aku jalan ngga? Maklum udah tua jadi aku agak lupa jalanan di kotamu hehe”
“iya, ini udah mau balik kok, nanti aku tunggu di depan hotel kalo dah sampe yah”
Sigap, dan masih seperti Ryo yang dulu barangkali, selalu memprioritaskan Ryana dalam hal apapun, baginya setiap Hal yang diinginkan Ryana darinya adalah moment moment baru yang akan mekar indah di pikirannya, begitulah Satryo Adnandyo.
Ryo dengan sepeda motor kesayangannya tiba di depan hotel Ryana, dengan sedikit merapihkan rambut yang sudah agak acak acakan dia berharap mendapat sedikit perhatian dan pujian dari Ryana, entah atas dasar apa tapi itu barangkali hal yang paling dia inginkan.
Ryana hanya tertawa kecil memperhatikan Ryo yang tidak sadar bahwa sadari tadi ryana memperhatikannya merapihkan rambut dan kemejanya bak calon karyawan yang akan mengikuti test wawancara,
“heh sejak kapan kamu bediri disitu sih?” dengan sedikit kaget dan menahan rasa malu
“udah dari sebelum kamu sampe aku emang udah disini tau, kamunya aja yang matanya minus ngga bisa liat ada cewe cakep nungguin kang ojek pribadinya dateng haha”
“sialan aku dianggap tukang ojek dong hahha, yaudah mau kmana nih puan?”
“anterin aku ke studio foto yah yang dekat simpang lima ituloh”
Meski dengan sedikit kebingungan ryo tetap memacu motornya, di perjalanan menuju tempat yang dimaksud ryana, kepalanya penuh dengan pertanyaan dan rasa penasaran, ada hal apa jauh jauh ke kota ini hanya untuk pergi ke studio foto, apa sehebat itukah studio foto ini sampai perusahaan tempat ryana bekerja begitu kekeuh sekali memakai jasa studio ini,
Kali ini berbeda, di perjalanan yang lumayan padat dan sedikit macet ini, mereka tidak banyak bicara semuanya tiba tiba kaku, ryo yang ragu ragu memulai obrolan dan ryana yang sedari tadi seolah sedang sibuk mengirim laporan lewat gawainya.
Sesampainya di tempat itu ryana buru buru, seperti di kejar oleh waktu,
“kamu tunggu disini dulu yah, aku masuk dan ngobrol sebentar gak lama kok.
Belum sempat menjawab, ryana sudah memasuki studio itu, ryo semakin kebingungan dengan tingkah ryana yang tiba tiba jadi orang panikan, sejujurnya yang di khawatirkan ryo adalah dia takut kalau sebenarnya ryana butuh bantuannya tapi dia tidak peka sebagai lelaki.
Beberapa batang rokok sudah habis di sesap ryo dan ryana belum juga keluar menemuinya, seolah olah di dalam sana ryana sedang ikut rapat paripurna, lama dan mulai membosankan.
“hey,, lama yah? Maafin aku yah habis mas nya ribet diajak ngobrol di terangin juga gak ngerti ngerti hehe” suara ryana membuatnya kaget dan membuyarkan lamunan ryo yang sedari tadi acak karena lama menunggu.
“iya ngga apa apa, belum ampe sebungkus kok aku ngerokoknya”
“dih satire banget hahaha jan ngambek gitu dong manis, yuk kita ke tempat kemarin yah aku haus bnget soalnya”
Satryo adnandyo lelaki yang tidak akan pernah mengeluarkan kata tidak atau kalimat kalimat penolakan lainnya terhadap Ryana.
Sekali lagi, Sudut ruangan yang hanya punya 1 meja dan mulai berubah dengan 2 bangku kecil itu sudah menyambut baik kedatangan dua manusia ini, seberes memilih pesanan mereka, semuanya hening… sampai sampai bunyi mesin kopi dari lantai bawah pun begitu jelas terdengar seperti ada yang tidak baik-baik saja atau ini hanya perasaan ryo sendiri
“ohh iya yoo, aku juga sebenarnya mau ngobrol sama kamu, sekalian pamitan soalnya bentar subuh aku mau balik”
Keheningan akhirnya pecah juga, kalimat pembuka dari ryana langsung menuju ke tensi yang lumayan menegangkan, sebab sepengetahuan Ryo jika ada yang ingin dibicarakan, ryana biasanya tidak seformal ini, ryana biasanya langsung berbicara semau dia tanpa ada kalimat pembuka.
“yaudah sih ngomong tinggal ngomong aja bawel” dengan sedikit celetukan yang seringkali di ejek ryana kalau ryo adalah lelaki yang hobi sekali ngegas katanya.
“hmmm Ryoo, akhir tahun nanti aku nikah umurku udah makin tua jadi udah seharusnya aku mutusin buat menikah”
Dengan sedikit lirikan tajam ryo berusaha menenangkan pikiran dan perasaannya secepat mungkin menganggap kali ini ryana lagi ingin bercanda,
“dih emangnya siapa yang mau nikahin manusia ribet kayak kamu ryn?”
“iya sih aku manusia ribet, tapi itu menurutmu dan menurutku, nyatanya akhirnya ada juga yang menganggap aku sebaliknya dan sebaik itu menurutnya dan aku bersyukur soal itu”
Langit seperti terpecah jadi dua segala apa yang ada diatas langit seolah tumpah di atas kepalanya, dia tidak pernah menyangka bahwa usahanya menguat selama bertahun tahun hanya butuh waktu dua hari saja untuk diruntuhkan, dia hanya bisa diam dan menenangkan perasaannya yang mulai berkecamuk, banyak sekali pertanyaan yang mulai beranak pinang di kepala tapi di tolak lidah untuk bicara.
“ wah selamat yah, seenggaknya aku berjasa besar nemanin liburan dan senang senangmu selama disini”
“aku bukan liburan atau ngurusin kerja yoo, aku disini nyiapin semua yang aku butuhin buat nikahan aku nanti yang rencananya bakal diadain disini yoo soalnya ibuku minta biar gak jauh dari rumah ibu”
Benar, patah hati memang paling sering disebabkan oleh harapan harapan yang kau bangun sendiri, bahwa semakin besar harapan yang kau ciptakan maka berbanding lurus dan sama dengan patah hati yang akan kau dapatkan.
“ryn, kamu tau betul gimana keadaanku selepas kita milih buat tidak terikat lagi satu sama lain kan? Kamu tau kan bahwa tidak akan pernah mudah buat aku ngelepasin atau ngelupain apa yang pernah sungguh sungguh aku perjuangin? Lantas kenapa dengan tiba tiba kamu datang lagi dan secepat itu kamu berhasil buat aku goyah lagi ryn?”
Ryana tidak begitu kaget dengan hal hal yang akhirnya tumpah dari bibir lelaki yang ada di hadapannya itu, ryana tau betul bahwa ryo masih menyimpan harapan besar padanya, tapi ryana juga tau betul bahwa ada resiko yang sama seperti dulu jika dia masih menyimpan harapan yang sama seperti Ryo.
“ yoo, maafin aku, aku gak ada maksud sedikitpun buat nyakitin kamu, untuk itu aku ceritain ini biar masing masing dari kita tidak lagi biarin perasaan bertahun tahun kemarin tumbuh lagi hari ini dan kemarin harusnya kamu ngerti itu, kamu udah dewasa dan aku terus menua yoo”
Obrolan akhirnya berakhir, ryana bergegas meninggalkan ruangan itu dengan rasa bersalah atau mungkin tidak sama skali, meninggalkan ryo yang sedari tadi memilih diam dan sibuk menenangkan diri sendiri.
Di ujung sore itu, langit benar benar jingga sekali lagi…
Tidak salam perpisahan tidak ada lambaian tangan, dan tidak ada lagi ryana.
PENULIS CERITA : IG @Firmanbado8