banner 728x250

Kental Manis Bukan Susu! PP Aisyiyah Bersama YAICI, Sosialisasikan & Berupaya Ubah Kebiasaan Konsumsi Kental Manis Masyarakat Gorontalo

banner 120x600
banner 468x60

winnet.id, Kota Gorontalo Meskipun dikenal sebagai penghasil ikan yang melimpah, Gorontalo ternyata masih memiliki tantangan serius terkait masalah gizi. Gorontalo sebagai salah satu  produsen ikan terbesar di Indonesia, masih memiliki tingkat stunting yang tinggi, melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 23,8%, sehingga menjadi salah satu yang tertinggi di Indonesia.

Salah satu faktor penyebab tingginya angka stunting ini adalah tingginya tingkat kemiskinan ekstrem di Gorontalo, mencapai 4,28%. Selain itu, pola makan tinggi protein masih belum menjadi budaya di masyarakat.

Banyak orang lebih suka menjual ikan yang mereka tangkap daripada mengonsumsinya secara teratur bersama keluarga. Hasil penjualan ikan ini sering digunakan untuk membeli makanan instan, makanan beku, dan bahkan minuman manis, yang sebenarnya bukan susu. Konsumsi minuman manis seperti pengganti susu dapat menjadi faktor tersembunyi dalam kasus stunting pada balita.

Dalam upaya mengatasi masalah ini, PP ‘Aisyiyah bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) telah mengadakan sosialisasi di Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Masyarakat dan kader kesehatan di wilayah ini, diajak untuk meningkatkan pemahaman tentang gizi yang benar, termasuk menghindari pemberian kental manis pada balita sebagai pengganti susu. Masyarakat juga didorong untuk mengadopsi pola makan seimbang dengan tinggi protein serta membatasi konsumsi garam, gula, dan lemak harian.

Kental manis bukan Susu
PP ‘Aisyiyah bekerjasama YAICI gelar sosialisasi bahaya konsumsi kental manis oleh Bayi dan Balita, kepada anggota dan kader kesehatan ‘Aisyiyah Gorontalo.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Dr. dr. Anang Otoluwa, M.K.M, dalam acara sosialisasi tersebut, menjelaskan bahwa salah satu akar masalah gizi di Gorontalo adalah kesalahan persepsi tentang pangan di masyarakat. Salah satu contohnya adalah persepsi bahwa kental manis adalah susu, yang dipengaruhi oleh iklan dari produsen.

“Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Gorontalo akan memulai kampanye sosialisasi yang lebih luas tentang fakta bahwa kental manis bukan susu, sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM No.31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.” ungkap , dr. Anang Otoluwa.

Kental Manis Bukan Susu
Kadis Kesehatan Gorontalo, Dr. dr. Anang Otolowa M.K.M, saat memberikan materi tentang persepsi salah Masyarakat tentang Kental Manis, serta upaya pemerintah kedepan.

Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat SE MM, yang juga didaulat menjadi pemateri dalam kegiatan ini, mengungkapkan, bahwa stunting di Gorontalo disebabkan oleh dua faktor yang saling terkait, yakni tingginya tingkat kemiskinan ekstrem dan persepsi yang salah di masyarakat tentang asupan makanan dan minuman untuk balita.

Iklan massif produsen selama bertahun-tahun turut, kata dia, memperkuat kesalahan persepsi ini secara turun temurun, sehingga mendorong orang tua memberikan kental manis pada anak-anak mereka.

“Olehnya, penyelesaian permasalahan ini memerlukan upaya terencana dari semua pihak, terutama pemerintah, untuk membentuk budaya konsumsi yang tepat dan pemberian pangan tinggi protein bagi balita melalui sosialisasi dan program berkelanjutan.” tegas Arief.

“Aisyiyah telah bergerak dengan program GRASS-nya untuk mengedukasi masyarakat tentang gizi, sedangkan YAICI telah melakukan edukasi tentang kental manis dan pemenuhan gizi seimbang. Pemerintah harus turut serta merancang program berkelanjutan untuk membentuk budaya yang benar terkait konsumsi makanan dan pemberian pangan tinggi protein bagi balita.” sambung dia.

Kental manis bukan susu
Ketua Harian YAICI, Arief Hidayat, SE. MM., saat memberikan materi dalam kegiatan sosialisasi kesehatan kepada anggota dan kader kesehatan PP ‘Aisyiyah Gorontalo.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Gorontalo, dr. Yana Yanti Suleman, SH, juga menekankan, selain tingkat kemiskinan ekstrem, pernikahan dini juga berperan dalam masalah gizi di Gorontalo.

“Kesiapan usia menikah memengaruhi kesiapan mental dan kognitif orang tua, yang kemudian mempengaruhi pemenuhan gizi anak. Oleh karena itu, perlu kampanye untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap kental manis dan pencegahan pernikahan dini.” ujar dr. Yana Yanti Suleman.

Dalam hal gizi klinis, Dr. dr. Ceci Karim, Sp., GK, spesialis gizi klinis dari RS Aloei Saboe, menjelaskan bahwa kental manis tidak cocok untuk bayi atau balita karena proses pengawetan dan penambahan gula yang tinggi mengurangi nilai gizinya.

PP ‘Aisyiyah bersama YAICI berkomitmen untuk terus melakukan edukasi dan kampanye agar masyarakat Gorontalo memahami pentingnya gizi seimbang dan menghindari pemberian kental manis pada balita. Mereka juga akan bekerja sama dengan pemerintah untuk mengatasi masalah stunting dan pernikahan dini di Provinsi Gorontalo.

“Kenapa kental manis tidak baik dikonsumsi? karena proses pemanasan atau pengawetannya sangat tinggi dan penambahan gulanya juga sangat tinggi, 40 – 50% kandungan gulanya sehingga gizinya sudah sangat kurang padahal anak butuh asupan gizi yang seimbang”. Terang Dr dr. Ceci Karim, Sp, GK.

Kental Manis bukan susu
Spesialis Gizi R.S Aloe Saboe, Dr. dr. Ceci Karim, Sp., GK. (Karawo Navy), saat didaulat menjadi pembicara dalam sosialisasi tentang bahaya kental manis pada anak-anak.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah, Dra. Chairunnisa, M.Kes,  menyoroti peran penting organisasi perempuan terbesar ini dalam upaya penyelesaian masalah stunting di Indonesia. Organisasi ‘Aisyiyah memiliki kader kesehatan yang tersebar di seluruh negeri dan telah berkomitmen melalui program “GRASS” PP ‘Aisyiyah untuk bergerak secara berkelanjutan, bekerja sama dengan pemerintah dan YAICI.

Tujuan utama dari kegiatan ini adalah menangani permasalahan stunting dan memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai kental manis, yang sering keliru dianggap sebagai pengganti susu untuk balita.

“Setelah pelatihan ini, program GRASS akan menjadi program berkelanjutan dan menjadi fokus nasional bagi ‘Aisyiyah, yang akan dijalankan mulai dari pusat hingga ranting, menunjukkan bahwa komitmennya tidak berakhir di sini.” kata Dra. Chairunnisa.

Kental Manis Bukan Susu
Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah, Dra. Chairunnisa, M.Kes., saat memberikan materi tentang upaya Pihaknya dalam memerangi paradigma masyarakat tentang kental manis sebagai susu, melalui program “Grass”.

Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah, bersama dengan YAICI, juga melakukan kegiatan lapangan dalam bentuk edukasi door to door di Kabupaten Gorontalo. Selama kunjungan di Gorontalo, mereka menemukan bahwa banyak keluarga masih salah paham tentang kental manis, menganggapnya sebagai susu yang cocok untuk balita.

“Bahkan ada kasus, dimana beberapa keluarga memberikan kental manis kepada anak mereka sejak lahir. Paradigma dan kebiasaan ini harus dihentikan, dan kita mulai dari lingkungan keluarga kader,” ujarnya.

Edukasi door to door yang dilakukan oleh YAICI bersama Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah juga mengungkapkan bahwa pemenuhan gizi seimbang dan asupan pangan tinggi protein bagi balita yang sudah mulai menerima MPASI masih jauh dari ideal.

“Banyak balita di Gorontalo mengalami stunting setelah berhenti mendapat ASI eksklusif dan mulai menerima makanan pendamping ASI. Faktor-faktor seperti pemberian kental manis dan minuman manis lainnya pada balita, serta asupan gizi yang buruk dari ibu, berkontribusi pada masalah ini.” terang Chairunnisa. (Adv-004)

 

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *