WINNET.ID – Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Thomas Mopili, menepati janjinya kepada mahasiswa dengan menghadirkan Gubernur, Wakil Gubernur, dan Kapolda Gorontalo dalam aksi demonstrasi jilid II yang digelar Aliansi Merah Maron di Bundaran Saronde, Senin (1/9/2025).
Sebelumnya, pada aksi Sabtu (30/8/2025), Thomas Mopili berjanji mempertemukan massa aksi dengan pejabat daerah. Ia bahkan sempat menyatakan siap mundur dari jabatannya jika gagal menunaikan komitmen tersebut.
“Hari ini saya tidak jadi mundur, karena saya berhasil menghadirkan Gubernur dan Kapolda Gorontalo, bahkan dengan tambahan Wakil Gubernur yang ikut hadir bersama kita,” ujar Thomas dalam orasinya.
Thomas menegaskan kesiapannya mengawal aspirasi mahasiswa, termasuk mendampingi mereka hingga ke pemerintah pusat. “Saya sepakat dengan Pak Gubernur untuk mengawal surat adik-adik ke Kemendagri, sekaligus tawaran Ibu Wakil Gubernur agar menghadirkan perwakilan mahasiswa saat bertemu di sana,” ucapnya.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa tidak ada alasan bagi pejabat di Gorontalo menutup diri dari aspirasi rakyat. “Jika ada pejabat di provinsi Gorontalo, baik Gubernur, Wakil Gubernur, Kapolda, maupun Kejati, yang menolak menerima mahasiswa, maka merekalah pengecut yang harus kita basmi,” tegasnya.
Dalam aksinya, Aliansi Merah Maron menyampaikan sejumlah tuntutan, di antaranya mendesak Gubernur meneruskan aspirasi mahasiswa ke Presiden RI terkait pemberhentian menteri bermasalah serta pencopotan wakil menteri yang rangkap jabatan. Mereka juga meminta DPRD mengonsolidasikan partai politik untuk memperjuangkan aspirasi mahasiswa di DPR RI serta memfasilitasi dialog langsung antara mahasiswa dan DPR RI.
Selain itu, mahasiswa menolak berbagai kebijakan yang dianggap membatasi kebebasan dan membebani rakyat, mulai dari pengaturan dana pensiun, pemotongan anggaran transfer APBD, pemangkasan dana pendidikan, hingga pembahasan RUU Polri dan RKUHAP.
Tuntutan lain juga mencakup evaluasi menyeluruh terhadap institusi Polri serta transparansi pengawasan DPRD pada isu lingkungan, termasuk membuka hasil kerja Pansus Pertambangan kepada publik.
Aksi berlangsung dengan pengawalan aparat kepolisian. Massa aksi secara bergantian menyampaikan orasi, sementara pejabat daerah memilih duduk bersila bersama mahasiswa di tengah jalan Bundaran Saronde untuk mendengarkan langsung tuntutan mereka.